Text
Strat3egi pengelilaan Kakao Indonesia dalam rangka meningkatkan daya saing dan kinerja ekspor
Konsumsi cokelat dunia yang cenderung terus meningkat membuat industri pengolahan meningkatkan kapasitasnya sehingga pada saat yang sama permintaan terhadap biji kakao juga cenderung meningkat. Bahkan dalam beberapa tahun terakhir stok biji kakao dunia sering mengalami defisit. Saat ini, Indonesia merupakan produsen kakao dunia terbesar ketiga setelah Pantai Gading dan Ghana. Di masa yang akan datang, Indonesia berpotensi menjadi produsen kakao terbesar dunia dengan tersedianya lahan yang cukup besar dan produktivitas kebun yang dapat ditingkatkan. Namun, Indonesia belum terlepas dari ancaman hama dan penyakit serta bencana alam. Meskipun volume ekspor biji kakao Indonesia tinggi, namun nilainya rendah karena sebagian besar biji kakao belum terfermentasi dan mutunya kurang baik. Perbaikan mutu dan penciptaan nilai tambah kakao akan meningkatkan pendapatan masyarakat. Namun, kapasitas industri pengolahan kakao Indonesia saat ini sangat terbatas mengingat hanya enam pabrik yang beroperasi. Struktur model sistem pengelolaan kakao disusun oleh tiga subsistem yang bersifat dinamis dan saling berinteraksi, yaitu subsistem biofisik, subsistem ekonomi dan subsistem sosial. Hasil analisis prospektif menunjukkan adanya enam faktor penting yang memiliki pengaruh kuat dalam pengelolaan kakao Indonesia, yaitu mutu kakao, luas lahan, produksi dan produktivitas, tenaga kerja/petani, sistem pengendalian hama dan penyakit, serta permodalan/investasi. Bertolak dari keadaan tersebut, perlu dirumuskan skenario dan strategi pengelolaan kakao Indonesia untuk meningkatkan daya saing dan kinerja ekspor. Untuk itu, dirancang tiga skenario, yaitu skenario pesimistik, skenario optimistik dan skenario progresif optimistik. Setiap skenario memiliki dampak terhadap kinerja masing-masing subsistem yang meliputi luas lahan kakao, produksi, penjualan, pasokan industri dan ekspor, jumlah petani dan tenaga kerja. Dalam skenario pesimistik diasumsikan terjadi penurunan pemanfaatan lahan kakao karena terjadinya bencana alam; semakin merajalelanya hama dan penyakit; produksi dan produktivitas menurun; permodalan kurang lancar; masih adanya PPN dan berbagai pungutan; serta kebijakan pemerintah untuk meningkatkan mutu biji kakao belum dilakukan secara optimal. Akibatnya semua subsistem mengalami penurunan kinerja. Jika keadaan tidak dapat diperbaiki, luas lahan kakao Indonesia pada tahun 2020 berkurang sekitar 50% dari luas saat ini. Sedangkan dalam skenario optimistik kondisi saat ini diasumsikan dapat dipertahankan dan sedikit ditingkatkan sehingga secara perlahan masing-masing subsistem mengalami peningkatan kinerja. Pada tahun 2010 diperkirakan luas lahan kakao Indonesia meningkat sekitar 20% dari luas saat ini. Adapun dalam skenario progresif optimistik diasumsikan adanya kondisi yang mendukung sehingga subsistem yang ada mengalami peningkatan kinerja secara cukup signifikan. Dengan asumsi ini, diperkirakan pada tahun 2010 luas lahan kakao meningkat sebesar 55% dan pada tahun 2011 produksi biji kakao Indonesia dapat melampaui Ghana, sehingga Indonesia menjadi produsen kakao terbesar kedua setelah Pantai Gading.Ada tabel
Call Number | Location | Available |
---|---|---|
5379 | PSB lt.2 - Karya Akhir | 1 |
Penerbit | Depok Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia., 2006 |
---|---|
Edisi | - |
Subjek | Competition Exports Cacao |
ISBN/ISSN | - |
Klasifikasi | - |
Deskripsi Fisik | xiii, 148 p. : ill. ; 28 cm & lamp |
Info Detail Spesifik | - |
Other Version/Related | Tidak tersedia versi lain |
Lampiran Berkas | Tidak Ada Data |