Text
Pemodelan financial accelerator dan implikasinya pada kebijakan Bank Sentral menggunakan model DSGE : Studi kasus Indonesia
Terjadinya krisis ekonomi global 2007-2008 menggaris-bawahi pentingnya menjaga stabilitas sistem keuangan dalam upaya menjaga stabilitas makroekonomi. Krisis ekonomi global tersebut terjadi ditengah ekonomi dunia yang tumbuh secara kuat dan dalam kondisi inflasi yang rendah dan stabil yang dikenal dengan "era Great Moderation". Bahwa krisis ekonomi bisa terjadi di tengah kredibilitas otoritas moneter yang sangat kuat memunculkan anomali yang dikenal dengan Paradoks Kredibilitas . Pelajaran yang bisa dipetik dari krisis global tersebut bahwa kebijakan moneter yang hanya bertujuan mencapai inflasi yang rendah saja tidak cukup untuk menjaga stabilitas makro ekonomi. Stabilitas makro ekonomi juga perlu didukung oleh stabilitas sistem keuangan. Sebagai implikasinya, banyak bank sentral yang mulai menerapkan paradigma baru dalam operasi kebijakan moneter dengan sekaligus menjaga stabilitas harga dan sistem keuangan. Dengan adanya dual obyektif, maka disadari bahwa kedua sasaran tersebut tidak bisa dicapai hanya dengan menggunakan satu instrumen moneter saja. Untuk itu diperlukan kebijakan bauran (mix policy) dengan mengkombinasikan instrumen moneter dan makro prudential. Kebijakan moneter lebih untuk menjaga stabilitas makro ekonomi dan instrumen makroprudensial untuk menjaga stabilitas sistem keuangan. Disamping itu, perkembangan pesat sistem keuangan yang semakin dalam dan semakin terintegrasi antar pasar keuangan dunia memunculkan perilaku prosiklikalitas didalam perekonomian. Beberapa penelitian telah mengkonfirmasi mengenai ha! ini. Misalkan paper Borio dan Shim (2007) menyatakan bahwa ada beberapa perubahan sistem ekonomi yang fundamental yang mungkin menyebabkan perilaku pro-siklikalitas. Pertama, liberalisasi dan integrasi pasar keuangan dunia, kedua, penerapan inflation targeting dan independensi bank sentral yang berhasil menjaga stabilitas inflasi , dan ketiga , globalisasi sektor riil dalam bentuk liberalisasi perdagangan dunia. Ketiga perubahan fundamental diatas seringkali menyebabkan timbulnya ketidak-stabilan sistem keuangan dalam kondisi inflasi yang rendah dan stabil. Jika terjadi shock dalam bentuk kenaikan harga aset maka kondisi neraca perusahaan akan membaik kinerjanya sehingga mendorong kenaikan kredit bank. Dengan kondisi tingkat harga yang stabil dan rendah maka pertumbuhan ekonomi akan meningkat dan memicu kondisi 'bubble'. Dengan demikian, cepat atau lambat akan terjadi kondisi 'burst'. Hasil penelitian Adrian dan Shin (2009) dan Shin (2009) mengatakan bahwa prosiklikalitas di pasar keuangan lebih disebabkan oleh perilaku pasar keuangan yang aktif melakukan penyesuaian terhadap neraca perusahaan dalam menghadapi perubahan resiko dan harga aset. Pada saat kondisi ekonomi membaik (booming), nilai sa harnnya naik jauh lebih cepat dibanding kan kenaikan aset karena ekspektasi kenaikan profit di masa mendatang. Hal ini menyebabkan kondisi keuangan dinilai semakin kuat sehingga terbuka ruang untuk meningkatkan levera ge. Sebaliknya , pada saat kondisi ekonomi memburuk, maka berlaku ha! yang se baliknya. Akibatnya, leverage institusi keuangan berperilaku sangat prosiklikal. Sayangnya, peran prosiklikalitas yang demikian besar terhadap perekonomian justru belum banyak mendapat perhatian para ahli didalam pengembangan DSGE Model. Akibatnya, Model DSGE yang banyak dipakai di kalangan akademis maupun bank sentral untuk analisis kebijakan (polic y anal ys is) kurang mampu menjelaskan fluktuasi business cycle. Hal itu juga berarti hilangnya kesempatan untuk menganalisis dampak .financial vulnerability, gejala ekses likuiditas, dan prosiklikalitas didalam sistem keuangan. Demikian pemyataan Tovar dalam papemya tahun 2008. (Tovar, 2008). Namun permasalahannya adalah belum adanya tools/ alat analisis dalam bentuk model makro ekonomi yang bisa menangkap perilaku procyclicalitas dalam bentuk financial accelarator didalam perekonomian Indonesia dan sekaligus memodelkan perilaku bank dalam merespons bauran kebijakan (policy mix) antara kebijakan moneter dan makro prudential. Keberadaan model ini sangat penting bagi pengambil kebijakan agar diperoleh suatu bauran kebijakan yang tepat dan terukur dalam rangka menjaga kestabilan moneter dan sistem keuangan se kaligus . Terkait dengan permasalahan diatas, disertasi ini bertujuan Pertama , memodelkan .financial accelerator kedalam Open Ekonomi New Keynessian Model melalui perilaku bank. Bank dimodelkan secara formal dengan menggunakan teori mikroekonomi yang kuat untuk menangkap perilaku bank dalam merespons perkembangan makro ekonomi maupun kebijakan moneter dan makro prudensial yang ditetapkan oleh Otoritas Moneter dan Perbankan. Financial accelerator dimodelkan melalui endogenous kredit macet mengikuti Walque, Pierrad, dan Rouabah (2009) serta Ali Dib (2009). Kontribusi dari disertasi ini adalah pengembangan model lebih lanjut dengan menambahkan adanya rigiditas harga dan upah, serta pasar barang dan pasar bank yang monopolisti c co mpet ition dan penggunaan sistem ekonomi yang terbuka. Kedua , penelitian ini juga difokuskan pada policy analisis untuk mengetahui policy respons yang diperlukan untuk meminimalkan dampak negatif financial accelerator dan Ketiga, bertujuan mendapatkan kebijakan bauran yang optimal (optimal po !icy mix) bagi bank sentral dalam menjaga stabilitas moneter dan perbankan. Hasil pengembangan model menunjukkan bahwa adanya kredit macet yang endogen berdasarkan optimisasi agen ekonomi terbukti memberikan efek akselerasi terhadap pertumbuhan investasi melalui pertumbuhan volume kredit perbankan. Efek akselerasi ini tidak hanya ditunjukkan pada saat ekonomi menghadapi riil shock, namun juga ditunjukkan pada kasus monetary shock dan ekstemal shock. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil riset penelitian sebelumnya, termasuk Bernanke, Gertler, dan Gilchrist (1999), Walque et al (2009) , dan Meh dan Moran (2004) dan sesuai dengan hasil prediksi framework IS-LM model. Dari hasil simulasi yang telah dilakukan temyata efek akselerasi dari Financial Accelerator dapat diminimalisir dengan memberikan policy respons yang tepat melalui kebijakan moneter (suku bunga ataupun uang beredar). Respons kebijakan tersebut perlu dilakukan dengan cepat karena keterlambatan dalam memberikan respons akan memerlukan respons yang lebih kuat. Didalam menjaga kestabilan moneter dan sistem keuangan, penggunaan instrumen moneter dan makro prudensial perlu dilakukan secara terkoordinir dan terintegrasi. Kebijakan yang tidak sinkron akan menurunkan efektivitas kebijakan. Ada tabel
Call Number | Location | Available |
---|---|---|
D 267 | PSB lt.2 - Karya Akhir | 1 |
Penerbit | Depok Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia., 2011 |
---|---|
Edisi | - |
Subjek | Monetary policy Central banks Banks and banking Financial systems Financial acceleration |
ISBN/ISSN | - |
Klasifikasi | - |
Deskripsi Fisik | xvii, 168 p. : diagr. ; 30 cm |
Info Detail Spesifik | - |
Other Version/Related | Tidak tersedia versi lain |
Lampiran Berkas | Tidak Ada Data |