Text
Pemetaan kebutuhan jabatan fungsional dalam rangka percepatan pembangunan
Agenda jangka menengah 2020-2024 adalah penting dan
menjadi fondasi dalam pencapaian Visi 2045, Indonesia Berdaulat,
Maju, Adil dan Makmur, menuju negara pendapatan tinggi dan salah
satu negara dengan produk domestik bruto (PDB) terbesar dunia.
Melalui skenario tinggi dengan rata-rata 5,7 % pertumbuhan ekonomi
per tahun, diharapkan pada 2045, pendapatan per kapita Indonesia
mencapai US$ 23.199, menjadi perekonomian dengan PDB terbesar
ke-5 di dunia, dan keluar dari Middle-Income Trap pada 2036.
Pemerintah juga telah mempersiapkan Visi 2045, dengan tiga sektor
strategis dan unggulan sebagai sumber potensial dalam mendorong
dan menggerakan pertumbuhan dan pembangunan nasional di
dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN)
2020-2024, yakni: (1) industri; (2) pariwisata; dan (3) ekonomi kreatif
dan digital.
Namun demikian, regulasi yang tumpang tindih dan relatif
tertutup (termasuk di pasar tenaga kerja) dan kualitas birokrasi
masih rendah (korupsi tinggi dan birokrasi tidak efisien, lemahnya
koordinasi antarkebijakan, rendahnya kualitas SDM aparatur)
menjadi kendala yang sangat mengikat ( the most binding constraint )
untuk percepatan pertumbuhan ekonomi dan daya saing. Untuk
mencapai Visi 2045, maka pemantapan birokrasi menjadi salah satu
agenda pokok.
Secara demografi, aparatur sipil negara (ASN) cukup jauh dari
ideal. Birokrasi kita saat ini sebagian besar diisi oleh kelompok
jabatan fungsional administrasi umum atau yang saat ini dikenal
dengan jabatan pelaksana (43%). Apakah mesin birokrasi demikian
mampu membawa Indonesia ke arah lebih baik, jawabannya tentu
tidak mampu. Jabatan Fungsional (JF) merupakan core function atau
backbone dalam organisasi. Namun sisi urgensitas dari JF belum
tercermin dalam persebaran ASN, dimana jumlah pejabat fungsional
saat ini didominasi oleh JF Guru/Kependidikan (38% dari total ASN)
dan JF Kesehatan (6% dari total ASN). Sementara diluar itu (non
kependidikan dan kesehatan), jumlah pejabat fungsional teknis
lainnya hanya mencapai 8% dari total ASN, yakni 372.740 orang.
Jumlah ini bahkan masih lebih rendah dari presentase jabatan
struktural yang mencapai 10% dari total ASN). Persebaran JF teknis di daerah yang mendukung potensi unggulan daerah dan prioritas
nasional seperti pariwisata dan industri pengolahan juga masih
sangat kurang, sebagai contoh hanya 0,27% ASN di Bali dan Nusa
Tenggara dengan latar belakang pariwisata, dan hanya 0,06% di
Sumatera
Reformasi birokrasi merupakan salah satu prioritas Presiden
Joko Widodo di masa periode II kepemimpinannya. Reformasi
birokrasi dan reformasi struktural menjadi sangat penting, agar
lembaga semakin sederhana, semakin simpel, semakin lincah. Pola
pikir dan mindset birokrasi dituntut untuk berubah dengan
kecepatan melayani sebagai kunci bagi reformasi birokrasi. Presiden
juga akan serius menyederhanakan birokrasi dengan meminta
eselonisasi cukup dua level saja, yakni eselon I dan II. Eselon III dan
IV diganti dengan JF yang menghargai keahlian dan kompetensi.
Birokrasi yang lincah ( agile bureaucracy) dengan ramping struktur
dan kaya fungsi menjadi paradigma perubahan dan nilai-nilai baru
dalam birokrasi. JF sebagai backbone dan motor birokrasi dituntut
untuk cepat beradaptasi dengan perkembangan zaman yang
memasuki era revolusi industri ke-empat.
Oleh karena itu, menjadi menarik untuk melihat fenomena yang
terjadi di dalam pengelolaan JF, khususnya dalam rangka percepatan
pembangunan. Adapun kebutuhan jenis JF antara lain: penyuluh
perindustrian dan perdagangan, instruktur, perencana, perekayasa,
intelijen industri, statistisi, analis big data , ase sor manajemen mutu
industri, peneliti, analis kebijakan, perancang peraturan perundang-
undangan, diplomat, promotor investasi untuk sektor industri.
Perencana, analis kebijakan, intelijen wisata, peneliti, pamong
wisata, pamong budaya, dosen, widyaiswara, penyuluh wisata,
perancang peraturan perundang-undangan untuk sektor pariwisata.
Penyuluh, instruktur, pranata komunikasi dan informatika, pranata
computer, asesor kompetensi, diplomat, peneliti, intelijen pasar,
statistisi, perencana, analis kebijakan, perancang peraturan
perundang-undangan, pranata komputer, pemeriksa pajak,
penyuluh pajak, sandiman, analis big data , pranata layanan publik
untuk sektor ekonomi kreatif dan digital.
Analisis jabatan (Anjab) dan analisis beban kerja (ABK)
dilakukan untuk menentukan jumlah dan jenis pekerjaan suatu unit
organisasi yang dilakukan secara sistematis menggunakan teknik analisis jabatan atau teknik manajemen lainnya. Inovasi lainnya
adalah melalui penghitungan sasaran target capaian atau output
yang diinginkan unit organisasi yang dibagi ke dalam beban kerja
pengampu JF. Barulah usulan kebutuhan JF dapat diusulkan ke
instansi terkait. Penyusunan formasi kebutuhan JF demikian
menjadi diskursus untuk penyempurnaan Anjab dan ABK, serta
implementasi human capital development plan (HCDP). Peta
kebutuhan JF sepatutnya juga mengacu pada karakteristik potensi
dan keunggulan wilayah dan pemenuhan kompetensi sesuai talenta
yang dibutuhkan.
Untuk mendorong utilisasi JF dalam rangka percepatan
pembangunan tersebut, maka diperlukan pedoman standarisasi
pengajuan jenis JF dan penataan rumpun JF. Kejelasan
kesejahteraan JF yang lebih layak juga perlu diatur utamanya pada
lingkup pemerintah daerah mengingat tidak ada kelas jabatan dalam
menentukan tunjangan bagi JF di lingkup pemerintah daerah. Dalam
meningkatkan kualitas kompetensi pengampu JF, hendaknya unit
kerja yang mengurusi pengembangan SDM perlu mengalokasikan
program dan anggaran pengembangan kompetensi bagi para JF,
mengingat pengembangan kompetensi saat ini masih terlalu
struktural minded. Agar JF dapat berkinerja secara optimal, maka
perlu menerapkan prinsip-prinsip agile buraucracy (birokrasi yang
lincah) secara menyeluruh dengan mengedepankan perampingan
struktur dan perluasan JF di semua lini birokrasi. Untuk kompetensi
tertentu di JF dapat merekrut Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian
Kerja (PPPK) yang memiliki skill dan kompetensi khusus sebagai
optimalisasi kinerja sekaligus transfer pengetahuan ( transfer
knowledge) dan transfer pengalaman ( transfer experience) di
lingkungan birokrasi. Optimalisasi pendidikan tinggi dan asosiasi
profesi pada masing-masing JF untuk melakukan sertifikasi profesi
agar ada link and match profesi dengan sektor privat sehingga para
PNS pengampu JF dapat berkarya lebih produktif dengan melakukan
second carrier pasca purna dari PNS.
Call Number | Location | Available |
---|---|---|
351. 1 pem | PSB lt.1 - B. Penunjang | 1 |
Penerbit | Jakarta Pusat Kajian Manajemen ASN Lembaga Administrasi Negara., 2019 |
---|---|
Edisi | - |
Subjek | Administrasi SDM Pemetaan Jabatan Fungsional Pemetaan Kebutuhan Jabatan Fungsional dalam Rangka |
ISBN/ISSN | 9786239268602 |
Klasifikasi | NONE |
Deskripsi Fisik | xiv, 113 p. : ill. ; 25 cm. |
Info Detail Spesifik | - |
Other Version/Related | Tidak tersedia versi lain |
Lampiran Berkas | Tidak Ada Data |