Ancaman Pandemik Covid-19: Ironi Kecerdasan dan Ketaatan Manusia
Pandemik virus corona (covid-19) yang menyebar di Wuhan, Hubei, China sejak akhir 2019 lalu kini telah menyebar ke lebih dari 200 negara di dunia dengan jutaan orang terinfeksi dan ratusan ribu jiwa meninggal dunia. Hampir semua negara tidak siap secara medis (obat anti-virus covid-19), fasilitas alat pelindung diri (APD), sumber daya manusia di bidang kesehatan (tenaga profesional kesehatan. Dunia sudah pernah mengalami pandemik virus lainnya sebelumnya, antara lain pandemik penyakit pes (1346-1353), HIV/AIDS (1981-sekarang), dan virus-virus hasil modifikasi dari membran protein Hemagglutinin (H) dan Neuraminidase (N), seperti Flu Spanyol (strain virus influenza H1N1, 1918-1920), flu rusia (H2N2 dan H3N8, 1889-1890), Flu Asia (H2N2, 1957-1958), Flu Hong Kong (H3N2, 1968-1969), pandemik flu Rusia kedua (H1N1, 1977-1978), Flu babi (H1N1, 2009-2010), dan pandemik virus Zika (2015-2016). Pengalaman pandemik-pandemik sebelumnya rupanya belum mampu untuk membuat manusia modern menjadi mawas diri, manusia yang taat terhadap aturan, bagaimana cara memutus rantai penyebaran covid-19. Kecerdasan yang dimiliki manusia, abik kecerdasan fisik, kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ), dan kecerdasan spiritual (SQ) tidak mampu untuk mendidik seseorang menjadi taat dan patuh. Seseorang tidak mungkin memiliki sekaligus keempat kecerdasan tersebut, namun, tidak sedikit juga orang di seluruh dunia yang memiiki minimal satu kecerdasan tersebut. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang telah mencerdaskan manusia di berbagai bidang diakui selalu membawa dampak positif dan negatif bagi masyarakat, baiksecara domestik, regional, dan global. Pengetahuan yang dimiliki jika digunakan dengan bak akan membawa berkat bagi kemakmuran, namun apabila dipakai untuk kepentingan kelompok tertentu dapat menghancurkan bumi.. Saat ini kemajuan iptek telah menyebabkan dampak negatif bagi kerusakan bumi beserta ekosistemnya. Hal ini bisa dilihat dari perubahan iklim yang ekstremkarena eksploitasi alam tanpa batas, persaingan teknologi antar negara-negara di dunia dengan blok tertentu, dan kelompok-kelompok yang secara invisble ingin merusak atau menghancurkan kelompok-kelompok tertentu. Manusia semakin tidak takut kepada Tuhannya ddan tidak taat lagi terhadap aturan-aturan dan nilai-nilai universal. Pembenaran diri selalu dominan untuk mencapai sesuatu. Ketaatan manusia terdiri dari beberapa dimensi, diantaranya kesadaran, pola pikir, pengendalian diri, dan sikap/tindakan yang melekat pada masing-masing individu atau kelompok masyarakat. Ketaatan dan tidak ketaatan memiliki dampak positif dan dampak negatif. Ada kelompok masyarakat tertentu yang masih patuh terhadap tokoh-tokoh panutan masyarakat, tokoh-tokoh agama, dan pimpinan pemerintahan dari level paling rendah sampai level paling tinggi yang didasarkan pada sistem nilai dan kearifan lokal. Mereka menjaga social distancing/physical distancing sesuai prosedur WHO dan pemerintah setempat. Namun, ada kelompok masyarakat tertentu yang tidak taat dengan mengatasnakamakan alasan budaya dan demokrasi atau alasan lainnya tidak ingin untuk diatur, bertindak, dan berperilaku sesuka hati, tidak peduli dengan sesama, anti keberagaman, intoleran, anti kemapanan, dan lain-lain. Hikmah dari wabah pandemik ini adalah (1) Perlu tindakan antisipatif dari segi teknologi dan keilmuan untuk memprediksi lebih dini berapa lama wabah-wabah pandemik ini terulang kembali, baik virus baru maupun virus-virus yang termodifikasi dari virus-virus sebelumnya. Ilmu kedokteran dan farmasi ditantang untuk menyediakan obat-obatan dan cara penanganannya. (2) Kita perlu berefleksi bahwa ini cara Tuhan menegur umatnya yang sudah "liar" dan banyak menyakiti sesama dan bumi beserta isinya
Call Number | Location | Available |
---|---|---|
PSB lt.2 - Karya Akhir (Majalah) | 1 |
Tidak tersedia versi lain